KHALIFAH BANI ABBASIYAH YANG TERKENAL


 
Abu ja’far Al Mansur
Abu Ja’far dilahirkan di kota Humayyah (Hamimah) Yordaniyah 101 H/712 M. Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, dan ayahnya bernama Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib
Kebijakan-kebijakan al-Mansur dalam masa pemerintahannya
Diantara usaha-usaha untuk menciptakan kemajuan Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.         Pengembangan Ilmu Pengetahuan
2.         Pengaturan dan Penertiban Pemerintahan
3.         Peningkatan Ekonomi Sosial
4.         Bidang Politik

Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a. Menyalin buku-buku ilmu pengetahuan
b. Menyusun buku-buku yang beraitan dengan agama Islam.
c. Mendatangkan kaum cendekiawan dari berbagai negara
Pengaturan dan Penertiban Pemerintahan
a. Menyusun dan menertiban administrasi pemerintahan.
b. Menjalin kerjasama antarsektor aparat negara
c. Memberikan tugas dan tanggung jawab kepada semua aparat
Peningkatan Ekonomi
Dengan mendirikan dan membangun kota baru, yang semula yaitu “Madinah as-Salam” (kota perdamaian) menjadi Baghdad (nama Persia) yang berarti pemberian Allah
Dalam bidang politik
Dalam upaya pembinaan politik luar negeri, Khalifah Abu Ja’far mengadakan serangan dan penaklukan kota-kota yang dikuasai oleh raja Bizantium Kaisar Komstantin V

Sistem Pemerintahan Pada Masa al-Mansur
·         Berkembang pengaruh Persia secara jelas. Dia mengangkat seorang wazir yang bertugas sebagai seorang koordinator antar departemen yang ada.
·         Abu Ja’far juga mulai menerapkan tradisi prokoler

Melakukan pembangunan di kota Baghdad
a.        Tahun 157 H, Abu Ja’far al-Manshur membangun istana yang di beri nama al Khuld
b.        al-Manshur memindahkan pasar yang berdekatan dengan Dar al-Imarah, ke Bab al-Karak
c.        al-Manshur mengeluarkan instruksi untuk melakukan pelebaran jalan-jalan
d.        Menginstruksikan pembangunan jembatan di Bab as-Sya’ir
e.        Manshur mendemonstrasikan pasukannya dengan seragam dan persenjataannya di Dajlah





Harun Al Rasyid

BIOGRAFI
       Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 763 (150 H)
       Nama lengkapnya yaitu Harun bin Muhammad Al-Mahdi bin Abdillah Al-Mansur. Ia adalah cucu pendiri kota Baghdad, Al-Mansur.
       Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah 14 September 786 – 24 Maret 809 (15 Rabi’ul Awwal 170AH – 3 Jumada Ats-Tsani 193AH)
       .Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi
        Ibunya bernama Jurasyiyah
       Harun Ar-Rasyid i banyak dihormati raja-raja Eropa. Mereka saling berkirim surat. Di antaranya adalah Raja Charle Magne dan Ratu Irene. Bagi orang-orang Eropa, nama Harun Ar-Rasyid beserta Shalahuddin Al-Ayyubi dijajarkan dalam daftar raja-raja terkenal yang pernah ada di dunia ini.
KEBIJAKAN
       Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
       Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.
       Membangun tempat-tempat peribadatan.
       Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.
       Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
       Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.
       pada masa ke pemimpinannya. Perhatiannya tertuju pada kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam, membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah satu negara adikuasa dunia di abad ke-8 M.
       Harun Ar-Rasyid adalah Amir para Khalifah Abbasiyah. Dia adalah raja agung pada zamannya. Konon, kehebatannya hanya dapat dibandingkan dengan Karel Agung (742 M – 814 M) di Eropa. Pada masa kekuasaannya, Baghdad ibu kota Abbasiyah – menjelma menjadi metropolitan dunia. Jasanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban hingga abad ke-21 masih dirasakan dan dinikmati masyarakat dunia
       Masyarakat Baghdad merasakan dan menikmati suasana aman dan damai di masa pemerintahannya.
       Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid tak mengenal kompromi dengan korupsi yang merugikan rakyat. Sekalipun yang berlaku korup itu adalah orang yang dekat dan banyak berpengaruh dalam hidupnya. Tanpa ragu-ragu Harun Ar-Rasyid memecat dan memenjarakan Yahya bin Khalid yang diangkatnya sebagai perdana menteri (wazir).
       Berbagai pemberontakan pun tercatat sempat terjadi di era kepemimpinannya. Pemberontakan yang sempat terjadi di masa kekuasaannya antara lain; pemberontakan Khawarij yang dipimpin Walid bin Tahrif (794 M); pemberontakan Musa Al-Kazim (799 M); serta pemberontakan Yahya bin Abdullah bin Abi Taglib (792 M).
        Salah satu puncak pencapaian yang membuat namanya melegenda adalah perhatiannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Di masa kepemimpinannya terjadi penerjemahan karya-karya dari berbagai bahasa
       Harun ar rasyid tutup usia pada 24 Maret 809 M pada usia yang terbilang muda 46 tahun. Meski begitu pamor dan popularitasnya masih tetap melegenda hingga kini. Namanya juga diabadikan sebagai salah satu tokoh dalam kitab 1001 malam yang amat populer.











Al-Ma’mun Abdullah bin Ar-Rasyid bin Al-Mahdi.
       Ayah           : Khalifah Harun al-Rasyid 
       Ibu              : Marajil
       Lahir           : 15 Rabi'ul Awal 170 H /14 Sepetember 786 M
       Meninggal : 18 Rajab 218 H /9 Agustus 833 M
GELAR
       Singa podium
Tidak seorang pun dari khalifah Bani Abbasiyyah yang lebih pintar darinya. Dia adalah seorang pembicara yang fasih dan singa podium yang lantang.
       Al Ma’mun The Great
Gelar dari para ahli barat karena kecerdasan dan keuletannya.
Pertikaian dengan al-Amin
       Harun ar-Rasyid, ayah dari al-Ma’mun dan al-Amin memerintahkan al-Amin untuk menggantikannya dan al-Ma’mun menjadi gubernur Khurasan dan sebagai khalifah setelah al-Amin.
       Setelah Harun ar-Rasyid meninggal,hubungan antara dua saudara tersebut memburuk.
       Pelanggaran terhadap wasiat ar-Rasyid, yang mengakibatkan terjadinya perang saudara.
Kebijakan Al-Ma’mun
       Mengatasi Gerakan Pemberontakan
       Penertiban Administrasi negara
Terjadi sedikit sekali penyimpangan yang dilakukan oleh para pejabat dan petinggi negara, karena didukung oleh kepandaiannya dalam menjalankan tata tertib administrasi.
       Penataan Ulang sistem Pemerintahan
1.        Menetapkan adanya jabatan kepala rumah tangga istana.
2.        Jabatan pemerintahan harus dipegang oleh orang yang mempunyai keahlian sesuai bidangnya.
       Pembentukan Badan Intelejen
1.        Di dalam negeri untuk menanggulangi kemungkinan gangguan dari para pejabat atau masyarakat yang tidak puas dengan kebijakannya atau permasalahan di masyarakat.
2.        Di luar negeri untuk mengantisipasi terjadinya pemberontakan.
       Pembentukan Badan Negara
1.        Untuk memeperlancar tugas khalifah.
2.        Beranggotakan wakil2 dari masyarakat tanpa membedakan kelas maupun agama.
3.        Tugasnya menjadi pelayan masyarakat.
       Tolerensi Agama
1.        Sangat menghormati perbedaan agama.
2.        Masyarakat non muslim  yang berada di bawah wilayah kekuasaannya tetap mendapatkan perlindungan keamanan dan haknya sebagai warga negara.
       Pembentukan Baitul Hikmah
Kemajuan yang paling besar yang dalam bidang bidang pendidikan yaitunya didirikannya perpustakaan yang dibangun disisi gedung observatorium di Baghdad yang dikenal dengan nama Baitul Hikmah.
Masa aman dan makmur
1.       Bidang pertanian
Dengan keamanan yang telah terjamin, maka kegiatan pertanian disana sini berkembang kembali dengan pesat.
2.       Bidang Perdagangan
Kegiatan perdagangan berjalan dengan lancar. Lalu lintas dagang dengan Tiongkok melalui dataran tinggi Pamir  yang disebut dengan Jalan Sutera (Silk Road), dan Jalur Laut (Sea Routes) dari teluk parsi menuju bandar-bandar lainya kembali ramai.
3.       Bidang Pendidikan
·         Gerakan penerjemahan karya-karya kuno dari Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab.
·         Muncul pula sarjana Muslim di bidang musik, yaitu Al-Kindi.
·         Didirikannya Baitul Hikmah.
4.       Bidang kesehatan
·         Berdirinya beberapa rumah sakit.
·         Dokter diwajibkan menempuh beberapa ujian sebelum diizinkan untuk membuka praktek.
·         Laboratorium-laboratorium didirikan unutk melakukan eksperimen terhadap tumbuhan- tumbuhan yang berkhasiat.
RINGKASAN
1. Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
2. Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.
3. Membangun tempat-tempat peribadatan.
4. Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.
5. Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
6. Membangun majelis al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.
Kontroversi-Kontroversi Al-Makmun
Salah satu kebijakan Al-Ma’mun yang paling sering mendapat sorotan ahli sejarah adalah sifat eksklusifnya pada pandangan Mu’tazilah.


















AL MUKTASIM

BIOGRAFI
·         Nama lengkapnya adalah Abu Ishak Muhammad Al-Mu’tashim bin Harun Ar-Rasyid
·         Lahir pada tahun 187 H dari ibu Maridah, ia dikenal dengan julukan Al-Mu’tashim Billah (yang berlindung kepada Allah)
·         Ahli sejarah ada yang menyebutnya dengan Al-Mutsammim atau “Sang Delapan”.
·         Mu’tasim wafat dalam usia 38 tahun, pada tahun 842 H  dan akhirnya digantikan oleh putranya Al-Watsiq.
·          Masa pemerintahannya menurut kalender Hijriyah berusia 8 tahun 8 bulan 8 hari.
·         Ketika wafat, ia meninggalkan 8 putra dan 8 putri.
MASA PEMERINTAHAN
·         Al-Mu’tashim menjadi khalifah usia 39 tahun.
·         Dibaiat di wilayah kekuasaan Byzantium
·         Al-Mu’tashim dikenal memiliki keberanian, kekuatan, ambisi besar, dan suka tantangan.
·         Kekuatan fisik Al-Mu’tasim sangat kuat, Ia sanggup membengkokkan besi berkali-kali
·         Khalifah al-Mu’tashim sangat lemah dalam hal baca-tulis.
·         Menghadapi perlawanan dari ALAWIYAH yang dipimpin oleh Muhammad bin Qasim bin Umar bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.
·         Mengubah hukuman mati dengan hukuman penjara.
·         Membangun sebuah kota dengan nama Sarra Man Ra'a (menggembirakan orang yang melihatnya), lalu dikenal dengan nama Samarra.
·         Memenangkan pertempuran Dasymon (perang dasymon melawan Byzantium)
KEBIJAKAN MONETER
·         sumber pendapatan tetap negara yang masuk ke Baitul Mal, yaitu harta fai', ghanîmah, anfâl, kharâj,  jizyah, berbagai sumber harta kepemilikan umum, harta milik negara, 'usyûr, khumus, rikâz, barang tambang dan zakat.
















KARAKTERISTIK
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
  1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
  5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Ciri-Ciri kekuasaan Bani Abbasiyah
Ciri-Ciri kekuasaan Bani Abbasiyah diantaranya adalah :
a.       Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga, pemerintah Abbasiyah, yang mempunyai pengaruh kebudayaan Persia yang sangat kuat dan pada periode kedua dan keempat, bangsa turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
b.    Dalam penyelenggaraan Negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang mmbawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada didalam pemerintahan Bani Umayyah.
c.    Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumya tidak ada tentara khusus yang professional.
PERIODE
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
  1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
  5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.


SISTEM PEMERINTAHAN DAN POLITIK PADA MASA KEEMASAN ISLAM ”THE GOLDEN AGE”
A.    PENDAHULUAN
Sejarah telah mengukir bahwa pada masa Dinasti Abasiyyah, umat Islam benar-benar berada dipuncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu. Masa pemerintahan ini m erupakan golden age dalam perjalanan peradaban Islam terutama pada masa Khalifah Al-Makmun.[1] Hal ini dikarenakan sistem pemerintahan dan politik yang lebih tertata dengan bagus. Sistem pemerintahan yang belum ada pada masa Umayyah, kini mulai dibentuk dan dijalankan oleh kekhalifahan dinasti Bani Abasiyyah sehingga sebagai hasilnya dapat dilihat dengan adanya kemajuan baik dalam aspek ilmu pengetahuan, ketata negaraan dan lain sebagainya.
Makalah ini akan membahas tentang sistem pemerintahan dan politik pada masa keemasan Islam “the golden age”. Dengan harapan akan terbuka wacana pemikiran terhadap peradaban Islam pada masa itu dan hikmah apa yang dapat kita ambil untuk di jadikan spirit dan pelajaran demi kemajuan Islam sekarang.

B.     PEMBAHASAN
1.    Sistem Pemerintahan Dan Politik
Daulat Abasiyyah berkuasa kurang lebih selama lima abad (750-1258 M). Pemerintahan yang panjang tersebut dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan diberbagai bidang masih menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil mengancurkan Dinasti Abasiyyah.[2] Khalifah yang memerintah masa Abasiyyah ada 37 khalifah, akan tetapi diantara 37 khalifah tersebut hanya 10 khalifah pertama yang dianggap berjasa dalam meletakkan pondasi pemerintahan Abasiyyah.[3] Tapi ada juga yang mengatakan bahwa khalifah yang paling berjasa adalah pada periode al-Mahdi sampai al-Watsiq.[4] Peran khalifah tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran 1.1
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain:
a.    Para Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya banyak dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.[5]
b.    Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.[6]
c.    Kebebasan berfikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.[7]  
d.   Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.[8]
e.    Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.[9]
Selain sistem politik yang diterapkan diatas, pemerintahan Abasiyyah periode I juga mengembangkan kebijakan-kebijakan politik diantaranya adalah:[10]
a.    Memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Bagdad
b.    Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c.    Merangkul orang-orang persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d.   Menumpas pemberontakan-pemberontakan
e.    Menghapus politik kasta 
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya.[11]     




2.    Model Pemerintahan
Model pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa dikatakan asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang menonjol pada masa pemerintahan Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman Umayyah adalah:[12]
a.    Dengan berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh arab, sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
b.    Dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
c.    Ketentaraan profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas, sebelumnya belum ada tentara yang profesional.       
Perbedaan dan persamaan model pemerintahan masa dinasti Bani Abasiyyah dan Bani Umayyah dapat dilihat dalam tebel berikut ini:[13]

Abasiyyah
Umayyah
Persamaan
Menetapkan Sistem
Pemilihan
Warisan Pada Proses
Khalifah
Perbedaan
1.    Adanya unsur non Arab dalam sistem pemerintahannya-adanya pengaruh Persi dan Turki
2.    Semakin komplitnya struktur pemerintahan
3.    Profesionalisme tentara mulai tertata
1.Adanya dominasi unsur Arab
2.Sangat terbatas karena lebih fokus pada upaya ekspansi
3.Belum tertata secara profesional dalam bidang ketentaraan

3.    Biro-Biro Pemerintahan pada masa Bani Abasiyyah
a.    Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
b.    Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk membatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad.
c.    Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
d.   Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
e.    Organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri).[14]
f.     Diwan al-Tawqi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua surat-surat resmi, dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan departemen kepolisian dan pos.
g.    Diwan al-nazhar fi al mazhalim, dewanpenyelidik keluhan adalah jenis pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif politik.
h.     Diwan al-syurthah, departemen kepolisian yang dikepalai oleh seorang pejabat tinggi yang diangkat sebagai shahih al syurthah yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala keamanan istana.
i.      Diwan al-barid,departemen pos, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut shahih al-barid, tugasdepartemen pos tidak terbatas pada memberikan layanan terbatas untuk surat-surat pribadi akan tetapi juga dimanfaatkan untuk mengantar para gubernur yang baru dipilih ke provinsi mereka masing-masing, juga untuk mengangkut tentara dan barang bawaannya.[15]  





4.    Perkembangan Ketenteraan Pada Zaman Abbasiyah
Profesionalisme tentara pada masa Bani Abasiyyah memang telah mengalami perkembangan yang pesat, berbeda dengan pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Pada masa Bani Abasiyyah dalam sistem pemerintahan mulai diadakan pembaharuan-pembaharuan dalam ketentaraan diantaranya adalah dengan:[16]
a.    Membuka keanggotaan tentera bukan hanya untuk orang Arab saja akan tetapi juga kepada orang non Arab
b.    Mengemas sistem pentadbiran dan struktur organisasi ketenteraan
c.    Memberikan Gaji dan hadiah kepada tentera, misalnya: Khalifah hadiahkan sebidang tanah untuk menghargai jasa tentera. Cara ini dikenali sebagai "Al-Iqtha'
Dengan melakukan beberapa pembaharuan-pembaharuan tersebut akhirnya tentara Islam pada masa Bani Abasiyyah pun mengalami kejayaan. Akan tetapi juga didukung oleh beberapa faktor. Diantara beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:[17]
a.    Dasar ketenteraan yang terbuka
1)   Membuka keanggotaan kepada Orang non Arab
2)   Penyertaan berbagai bangsa guna memantapkan lagi pasukan tentera Islam     
b.    Pemimpin yang berkaliber
1)   Seperti Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur dan Harun Ar-Rasyid, yang telah memberi perhatian kepada kebajikan tentera dan melantik pemimpin tentera yang berkaliber tanpa memandang berasal dari bangsa apa
c.    Peralatan ketenteraan yang canggih
1)   Seperti Pedang, lembing, panah, dabbabah (kayu pelontar) dan berbagai jenis kapal perang
d.   Strategi peperangan yang berkesan
1)   Dengan cara mewarisi strategi peperangan dari generasi sebelumnya dan menggunakan strategi-strategi baru.
e.    Keimanan dan semangat jihad
1)   Iman yang mantap serta kecintaan terhadap Islam yang begitu besar

5.    Periodisasi Pemeritahan Bani Abasiyyah
1.    Periode Awal Atau Pengaruh Persia Pertama (750-847)
Ada 10 khalifah yang memimpin pada masa ini,[18]telah dikatakan pada awal pembahasan bahwa salah satu ciri pemerintahan Abasiyyah adalah adanya unsur non Arab yang mempengaruhi pemerintahannya seperti Persia dan Turki. Pada awal pemerintahannya Abasiyyah lebih cenderung seperti pemerintahan Persia dimana raja mempunyai kekuasaan absolut yang mendapat mandat dari tuhan.[19] Masa inilah yang mengantarkan abasiyyah pada puncak kejayaannya.
2.    Periode Lanjutan Atau Turki Pertama (847-945)
Ada 13 khalifah yang memerintah pada masa ini,[20] masa ini ditandai dengan kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah orang Turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan, terbukti dengan dibangunnya kota Samarra’ oleh al-Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para jenderal Turki berhasil mengontrol pemerintahan, sehingga khalifah hanya dijadikan sebagai “boneka” atau simbol seperti khalifah al-Muntanshir, al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi.[21]
3.    Periode Buwaihiyah atau pengaruh persia kedua (945-1055)
Ada 5 khalifah yang memerintah pada masa ini,[22] masa ini berjalan lebih dari 150 tahun, namun secara de facto kekuasaan khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti baru. Kemunculan dinasti Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah yang telah jatuh sepenuhnya dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki. Dominasi bani Buwaihiyyah berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-Muktafie sebagai jasa mereka dalam menyingkirkan pengawal-pengawal Turki. Pengangkatan ini merupakan senjata makan tuan, dimana Ahmad bin Buwaih yang diangkat sebagai amir umara’ dengan gelar Muiz ad daulah menurunkan khalifah Muktafie.[23] Masa bani Buwaihiyyah ini, Abasiyyah menghadapi 2 polemik besar, yaitu:[24]
(1) Adanya pemerintahan tandingan, yaitu berdirinya Fatimah (967-1171), dinasti Samaniah di Khurasan (847-1055), dinasti hamidiah di Suriah (924-1003), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030), dinasti Ghaznawiyah di Afganistan (962-1187).
(2)Adanya perang ideologi antara syi’ah dan sunni
Sebenarnya, Buwaihiyyah merupakan dinasti yang beraliran syi’ah, sehingga sejak awal pemerintahannya mereka memaksakan upacara-upacara syi’ah seperti upacara kematian Husain cucu Rasulullah harus diperingati, jika tidak mau maka akan dihukum atau disiksa.[25] Namun pemaksaan tersebut tidak berjalan lama karena herus berhadapan dengan masyarakat Sunni ditambah dengan adanya manifesto Baghdad[26] yang secara langsung menghentikan propaganda Buwaihiyyah atas Syi’ah di Baghdad.
4.    Periode Dinasti Saljukiyah Atau Pengaruh Turki Kedua (1054-1157 M)
Masa ini berawal ketika Seljuk mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan mengalahkan Bani Buwaihiyyah dan berakhir dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan Saljuk berawal ketika penduduk Baghdad marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri yang memaksa rakyat Baghdad untuk menganut syi’ah dengan cara menahan khalifah al-Qaim dan menghapuskan nama-nama khalifah Abasiyyah diganti dengan nama khalifah Fatimiah. Kondisi ini tidak berlangsung lama dengan dikalahkannya Arselan Basaseri oleh Tughrul Bey yang pernah menjadi tentara bayaran Abasiyyah. Tughrul bey berhasil mendudukkan khalifah al-Qaim pada jabatannya sebagai penguasa yang sah dan resmi dengan gelar kehormatan Sulthan wa Malik As Syirqi wa Maghrib dan juga mengawinkannya dengan putri khalifah al-Qaim, adapun khalifah yang memerintah masa pengaruh Turki kedua ada 11.[27] Khalifah-khalifah itu hanya mempunyai wewenang dalam bidang keagamaan saja, sedangkan bidang lainnya dibawah dominasi Turki.[28]

5.    Bebas Dari Pengaruh Lain (1157-1258)
Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah sebenarnya bebas dari pengaruh manapun namun secara perlahan namun pasti menuju kehancuran dimana setelah berakhirnya Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi kekuasaan Seljuk maka kekhalifahan Abasiyyah dikacau lagi dengan adanya kaum khuarzamsyah dari Turki yang dulunya menjaddi pembantu Seljuk yang kemudian menamakan diri dengan Atabeg (bapak raja/amir). Berkuasanya kaum Khuarzamsyah dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash memaksa khalifah Nashir (khalifah ke-31) untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa Tartar  Mongol untuk menghancurkan lawan politiknya, dan inilah yang menjadi kesalahan terbesar Abasiyyah, karena selain menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga memusnahkan Baghdad dan kota Islam lainnya sehingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis Khan Abasiyyah sudah habis riwayatnya.[29]

D.    KESIMPULAN
Zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. ciri-ciri sistem pemerintahan yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani Umayyah, antara lain : (1) dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab, (2) dalam penyelenggaraan negara, pada masa bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah, (3) ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang profesional. Selain sistem pemerintahan diatas Abasiyyah juga memiliki beberapa biro pemerintahan yang menangani beberapa permasalahan diantaranya adalah,  diwanul kitaabah, nidhamul idary al-markazy, amirul umara, diwanul khazaanah, diwanul al-azra’u, diwan khazaainus sila, qiwan qadlil qudha, al-sutrah al-qadlaiyah, qudhah al-aqaalim, qudlah al-amsaar, diwan al-tawqi, diwan al-nazhar fi al mazhalim, diwan al-syurthah, dan diwan al-barid. Dalam bidang ketentaraan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini karena didukung oleh beberapa faktor diantaranya adalah: dasar ketenteraan yang terbuka,  Pemimpin yang berkaliber, Peralatan ketenteraan yang canggih, Strategi peperangan yang berkesan, serta keimanan dan semangat jihad.


Subscribe to receive free email updates:

6 Responses to "KHALIFAH BANI ABBASIYAH YANG TERKENAL"

  1. Replies
    1. Khalifah Bani Abbasiyah Yang Terkenal >>>>> Download Now

      >>>>> Download Full

      Khalifah Bani Abbasiyah Yang Terkenal >>>>> Download LINK

      >>>>> Download Now

      Khalifah Bani Abbasiyah Yang Terkenal >>>>> Download Full

      >>>>> Download LINK EU

      Delete
  2. Mantap jiwa! Thanks Membantu sekali

    ReplyDelete
  3. Khalifah Bani Abbasiyah Yang Terkenal >>>>> Download Now

    >>>>> Download Full

    Khalifah Bani Abbasiyah Yang Terkenal >>>>> Download LINK

    >>>>> Download Now

    Khalifah Bani Abbasiyah Yang Terkenal >>>>> Download Full

    >>>>> Download LINK

    ReplyDelete